Di bawah ini adalah dua belas mitos yang kerap beredar di masyarakat. Tiap mitos disertai klarifikasi singkat berbasis rasional ilmiah dan praktik klinis.
Mitos 1: “Minum air 8 gelas per hari wajib untuk semua orang agar ginjal
tetap sehat.”
Fakta: Kebutuhan cairan bersifat individual dan dipengaruhi usia, berat badan, aktivitas fisik, suhu lingkungan, serta kondisi medis (misalnya gagal jantung, sirosis, atau PGK). Pedoman hidrasi menekankan cukup minum sesuai rasa haus dan tanda hidrasi (warna urin kuning pucat), bukan angka absolut. Pada pasien PGK lanjut, asupan cairan justru sering dibatasi sesuai anjuran dokter untuk mencegah overload cairan.
Mitos 2: “Minum air sebelum tidur merusak ginjal karena membuat ginjal
bekerja keras di malam hari.”
Fakta: Ginjal bekerja 24 jam dan menyesuaikan ritme diurnal. Minum air menjelang tidur tidak merusak ginjal pada individu sehat. Yang perlu dipertimbangkan adalah kenyamanan tidur (nokturia) dan kondisi medis tertentu yang memerlukan pembatasan cairan.
Mitos 3: “Suplemen herbal pasti aman untuk ginjal karena alami.”
Fakta: “Alami” tidak identik dengan “aman”. Sejumlah herbal bersifat nephrotoxic (misalnya yang mengandung asam aristolochic), dapat berinteraksi dengan obat antihipertensi/antidiabetik, atau menyebabkan cedera ginjal akut melalui dehidrasi/diuresis berlebihan. Gunakan produk dengan bukti keamanan dan diskusikan dengan tenaga kesehatan.
Mitos 4: “Kalau tidak sakit pinggang, berarti ginjal saya sehat.”
Fakta: PGK awal sering asimtomatik. Nyeri pinggang bukan indikator sensitif-spesifik untuk fungsi ginjal. Pemeriksaan sederhana—tekanan darah, urinalisis (albuminuria), dan estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR)—lebih tepat untuk menilai kesehatan ginjal.
Mitos 5: “Pemeriksaan ginjal hanya perlu jika sudah dialisis.”
Fakta: Deteksi dini jauh lebih bermanfaat. Individu dengan faktor risiko (diabetes, hipertensi, riwayat keluarga PGK, penyakit kardiovaskular, obesitas, usia lanjut) idealnya menjalani skrining berkala dengan eGFR dan albumin/kreatinin urin.
Mitos 6: “Hanya obat kimia yang merusak ginjal.”
Fakta: Obat tertentu (misalnya NSAID, aminoglikosida) memang dapat berdampak pada ginjal bila tidak tepat. Namun, bahan nonresep dan jamu juga berpotensi toksik. Risiko terutama meningkat pada dehidrasi, usia lanjut, atau PGK yang sudah ada.
Mitos 7: “Dialisis adalah akhir dari segalanya.”
Fakta: Dialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang mempertahankan kelangsungan hidup dan kualitas hidup bila dilakukan sesuai indikasi dan standar. Banyak pasien dapat kembali bekerja/beraktivitas. Selain itu, transplantasi ginjal merupakan pilihan yang memberi harapan hidup dan kualitas hidup lebih baik bagi kandidat yang memenuhi syarat.
Mitos 8: “PGK pasti karena kurang minum.”
Fakta: Etiologi PGK paling sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Faktor lain termasuk penyakit glomerular, kelainan bawaan, sumbatan saluran kemih, nefropati obat/herbal, dan infeksi tertentu. Hidrasi yang baik penting, namun bukan satu-satunya determinan.
Mitos 9: “Setiap orang harus melakukan detox ginjal.”
Fakta: Ginjal sehat sudah melakukan ‘detoks’ alami melalui filtrasi dan ekskresi. Produk “detox” tanpa bukti dapat berisiko mengganggu elektrolit, menyebabkan diare (dehidrasi), atau interaksi obat.
Mitos 10: “Protein tinggi selalu merusak ginjal.”
Fakta: Pada individu sehat, konsumsi protein dalam rentang anjuran tidak merusak ginjal. Pada pasien PGK, pembatasan protein selektif (misal 0,6–0,8 g/kg BB/hari) dapat dipertimbangkan untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal, namun harus diimbangi kecukupan energi dan pemantauan status gizi.
Mitos 11: “Air alkali melindungi ginjal dari semua penyakit.”
Fakta: Bukti ilmiah yang mendukung klaim luas air alkali terhadap pencegahan/terapi PGK sangat terbatas. Yang lebih bermakna adalah modifikasi faktor risiko (mengendalikan gula darah, tekanan darah, berhenti merokok) dan terapi berbasis pedoman klinis.
Mitos 12: “Anda tidak bisa hamil atau berolahraga jika punya PGK.”
Fakta: Kehamilan pada wanita dengan PGK harus direncanakan dan dipantau ketat oleh nefrolog–obgin. Aktivitas fisik tetap dianjurkan sesuai kapasitas—bahkan bermanfaat bagi kontrol tekanan darah, berat badan, dan kualitas hidup—dengan penyesuaian stadium PGK.
Fakta Kunci tentang Fungsi dan Kesehatan Ginjal
Ginjal mengatur tekanan darah. Melalui sistem renin–angiotensin–aldosteron dan pengaturan natrium–air, ginjal mempengaruhi status volume dan resistensi vaskular sistemik.
Ginjal dan darah. Eritropoietin ginjal merangsang pembentukan sel darah merah; PGK dapat menyebabkan anemia normositik normokromik.
Ginjal dan tulang. Aktivasi vitamin D (1,25(OH)2D) dan ekskresi fosfat berdampak pada metabolisme tulang; PGK menimbulkan gangguan mineral–tulang (CKD–MBD).
Hubungan ginjal–jantung. PGK meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular; demikian pula penyakit jantung dapat memperburuk fungsi ginjal (cardiorenal syndrome).
Albuminuria adalah penanda dini. Kehadiran albumin pada urin merefleksikan kerusakan glomerulus bahkan sebelum eGFR menurun.
PGK sering tidak bergejala di awal. Oleh karena itu skrining pada kelompok berisiko sangat penting.
Transisi AKI–CKD. Cedera ginjal akut (AKI) dapat berlanjut menjadi PGK; pencegahan AKI (hidrasi adekuat, hindari obat nefrotoksik) merupakan bagian dari strategi menurunkan beban PGK.
Terapi pengganti ginjal beragam. Hemodialisis di fasilitas, dialisis peritoneal (CAPD/APD), dan transplantasi. Pemilihan modalitas mempertimbangkan kondisi klinis, ketersediaan layanan, pembiayaan, dan preferensi pasien.
Tinjauan Epidemiologi Singkat (Global dan Indonesia)
Global: Penelitian beban penyakit menunjukkan prevalensi CKD global berada pada kisaran ~10% populasi dewasa, dengan tren peningkatan beban (insidensi, mortalitas, dan DALYs) selama tiga dekade terakhir. Penyakit ginjal sering kali underdiagnosed; tingkat kesadaran diagnosis di banyak negara masih rendah.
Indonesia: Survei kesehatan populasi terakhir yang memuat indikator diagnosis PGK oleh tenaga kesehatan menunjukkan prevalensi <1% pada populasi umum, dengan variasi menurut provinsi. Di layanan, data registri nefrologi nasional memperlihatkan lonjakan jumlah pasien dialisis dan perluasan jejaring unit hemodialisis di seluruh wilayah. Pembiayaan terapi pengganti ginjal melalui skema jaminan sosial meningkat signifikan seiring bertambahnya jumlah pasien.
Catatan: angka-angka di atas perlu dipahami dalam konteks definisi operasional (diagnosis klinis vs. estimasi laboratorium pada survei), cakupan data registri, dan waktu pengukuran.
Dampak Mitos terhadap Keputusan Kesehatan
Penundaan skrining. Menganggap “tidak ada nyeri” sebagai tanda aman menunda pemeriksaan tekanan darah, urinalisis, dan eGFR.
Penggunaan produk tidak teruji. Keyakinan bahwa herbal selalu aman mendorong konsumsi produk potensial nefrotoksik.
Hidrasi berlebihan atau restriksi tidak tepat. Mengikuti saran “8 gelas wajib” atau “jangan minum malam” tanpa personalisasi dapat berujung dehidrasi/overload.
Stigma dialisis. Memandang dialisis sebagai “akhir” menunda rujukan nefrologi, persiapan akses vaskular, atau rencana transplantasi.
Abai terhadap komorbid. Fokus pada “detox” mengalihkan perhatian dari kontrol diabetes, hipertensi, dan berhenti merokok yang justru berdampak besar.
Prinsip Deteksi Dini dan Stratifikasi Risiko
Siapa yang perlu skrining? Penderita diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular, obesitas, usia ≥60 tahun, riwayat keluarga PGK, penyakit autoimun, serta pemakai obat potensial nefrotoksik jangka panjang.
Paket skrining minimal: Tekanan darah; urinalisis (albuminur

Posting Komentar